EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
DI SMAN 1 TILATANG KAMANG TAHUN AJARAN 2012-2013
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah
Metodologi Penelitian dan Pengajaran Pendidikan
Matematika
Oleh:
RISMA
2410.032
Dosen Pembimbing :
M. Imamuddin, M,Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
1433 H / 2013 M

PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai peran
besar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain.
Dengan adanya pelajaran matematika di sekolah, maka secara tidak langsung dapat
mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam
kehidupan sehari-hari dan di dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain. Selain
itu, di dalam tujuan pembelajaran matematika yang termuat dalam Permendiknas
No. 22 tahun 2006 terdapat tiga poin
yang menyebutkan mengenai pemecahan masalah, yaitu memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah. Di sini telah digambarkan, betapa pentingnya
pemecahan masalah itu.
Biasanya kemampuan pemecahan masalah matematika pada
siswa dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian, karena pada soal
yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan siswa
dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga pemahaman siswa dalam
pemecahan masalah dapat terukur. Soal yang mengandung unsur pemecahan masalah
lebih ditekankan kepada penajaman intelektual siswa sesuai dengan kenyataan
yang mereka hadapi. Namun kenyataannya banyak siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal, kurang mampu memisalkan apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara
fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalahnya, dan unsur
mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.
Pemecahan masalah memang harus dikuasai setiap siswa.
Namun, dalam upaya pencapaian kemampuan pemecahan masalah tersebut, siswa tidak
harus diajarkan oleh guru ataupun harus mengkonstruksi sendiri. Namun siswa
dapat dimulainya dengan memecahkan masalah secara berkelompok-kelompok dengan
bimbingan guru. Maka dari itu, saya mengangkat judul penelitian yaitu
“Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa di
SMA 1
Tilatang Kamang Tahun Ajaran
2012-2013”.
B. Identifikasi
Masalah
1.
Mayoritas
siswa masih belum mampu memecahkan masalah matematika secara mandiri, sehingga
aktivitas dan hasil belajar belum maksimal
2.
Proses
pembelajaran belum sepenuhnya berpusat kepada siswa
C.
Batasan Masalah
Batasan pada penelitian ini adalah mayoritas siswa masih
belum mampu memecahkan masalah matematika secara mandiri, sehingga aktivitas
dan hasil belajar belum maksimal
D.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswa?”
E.
Asumsi
1. Siswa memperoleh kesempatan belajar yang sama dalam
pembelajaran matematika
2. Siswa dapat bekerjasama dengan teman-teman lainnya
3. Guru dapat menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC
4.
Hasil
belajar siswa dapat menggambarkan kemampuan siswa
F.
Pertanyaan Penelitian
1.
Bagaimanakah
aktivitas belajar siswa selama pembelajaran matematika saat diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC ?
2.
Apakah
hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional?
G.
Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) efektif
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada pelajaran matematika.
H.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) terhadap kemampuan pemecahan
masalah siswa.
I.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat
bagi siswa, yaitu:
a.
Dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat mengembangkan dan
mengasah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
b.
Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengembangkan rasa kebersamaan dan
kerjasama siswa dengan siswa lain.
2.
Manfaat
bagi guru, yaitu: sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih
strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran
sehingga memberikan layanan terbaik bagi siswa.
3.
Manfaat
bagi peneliti, yaitu: menambah pengalaman bagi peneliti mengenai model
pembelajaran tersebut.

KERANGKA TEORITIS
A. Kajian
Teori
1. Efektivitas
Efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau
akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari
suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari
tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan.[1]
Sedangkan menurut Sinambela, 2008, “pembelajaran
dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian
dan penemuan informasi (pengetahuan) serta keterkaitan informasi yang diberikan”.
Jadi untuk mencapai pembelajaran yang efektif, siswa
tidak hanya pasif dalam menerima pelajaran dari guru. Dalam pembelajaran perlu
diperhatikan bagaimana siswa ikut serta mengkonstruksi pengetahuannya. Model
pembelajaran dikatakan efektif apabila
dalam penggunaan model pembelajaran yang diterapkan dapat memberikan
hasil optimal terhadap aspek yang hendak diukur.
Efektivitas yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah
ketepatgunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif CIRC ini.
2. Model
Pembelajaran
Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses
komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam
rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa
yang bersangkutan[2].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), model berarti
pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya). Sesungguhnya model yang
dimaksudkan dalam pembelajaran juga sama atau hampir sama yang dikemukakan
dalam KBBI tersebut. Model pembelajaran artinya pola atau contoh pembelajaran
yang sudah didesain menggunakan pendekatan atau metode atau strategi
pembelajaran yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintaks) dan
perangkat pembelajarannya[3].
Seorang guru dapat merancang suatu model pembelajaran
yang baru, atau juga dapat memodifikasi model yang sudah ada sebelumnya.model
pembelajaran ditandai dengan adanya hal-hal seperti berikut ini:
1.
Struktur
tugas, mengacu kepada dua hal yaitu cara pembelajaran diorganisasikan dan jenis
kegiatan yang dilakukan oleh anak didik di dalam kelas.
2.
Struktur
tujuan, merupakan kadar saling ketergantungan anak didik pada saat mereka
mengerjakan tugas. Ada 3 macam struktur tujuan: (1) individualistik, yaitu
pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain; (2) kompetitif,
anak didik hanya dapat mencapai suatu tujuan jika anak didik lain tidak dapat
mencapai tujuan tersebut; (3) kooperatif, anak didik hanya dapat mencapai
tujuan jika bekerjasama dengan anak didik lain.
3.
Struktur
penghargaan, merupakan penghargaan yang diperoleh anak didik atas prestasinya.
Struktur penghargaan bervariasi tergantung jenis upaya yang dilakukan[4].
3. Model
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar
yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk
bekerja secara bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka
sendiri dan pembelajaran satu sama lain[5].
Sedangkan menurut Sharan dalam Prawoto,
“pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berpusat
kelompok dan berpusat siswa untuk pengajaran dan pembelajaran di kelas”.[6]
Pembelajaran
kooperatif mencakup kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan bersama lainnya[7]
Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran di
mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Aktivitas
pembelajran kooperatif banyak memainkan peran dalam pembelajaran[8].
Dalam pembelajaran kooperatif ini setiap siswa berusaha
juga untuk memberikan manfaat kepada teman-teman sesama anggota kelompoknya atas
hasil yang ia dapatkan. Sehingga siswa tidak hanya mendapatkan manfaat
pembelajaran dari dirinya sendiri, tetapi juga mendapatkan manfaat dari orang
lain. Dengan kata lain, manfaat yang didapatkan siswa dengan pembelajaran
kooperatif ini akan berlipat ganda. Disini juga tampak hubungan saling
menguntungkan. Apabila siswa telah terbiasa untuk bekerjasama dengan anggota
kelompoknya, maka nantinya siswa juga diharapkan untuk dapat bekerjasama dengan
lingkungan yang lebih luas. Dengan begitu, dampak dari pembelajaran kooperatif
itu sendiri nantinya tidak hanya terlihat dalam pembelajaran di sekolah, tetapi
juga di lingkungan sekitar siswa.
Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjasama di
dalam kelas karena beberapa alasan, terutama alasan mengenai kekhawatiran bahwa
akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika ditempatkan di
dalam kelompok. Selain itu, banyak siswa yang tidak senang bekerja kelompok [9].Akan tetapi, dalam pembelajaran matematika perlu
diterapkan model pembelajaran kooperatif ini, karena dengan membentuk
kelompok-kelompok kecil akan didapatkan banyak ide-ide dalam pemecahan suatu masalah.
Kelompok - kelompok kecil menyediakan sebuah forum di mana siswa
mengajukan pertanyaan, mendiskusikan gagasan, membuat kesalahan, belajara
mendengarkan gagasan orang lain, menawarkan kritik membangun, dan meringkas
penemuan-penemuan mereka dalam tulisan”. Jadi, kelompok-kelompok kecil itu
menyediakan mekanisme yang mendukung pembelajaran matematika.[10]
Namun, seorang guru tentunya harus pandai mengkondisikan
siswanya agar pembelajaran kooperatif ini benar-benar terlaksana. Tidak hanya
pengaturan tempat duduk dan sekadar pembagian kelompok yang perlu dilakukan
oleh guru. Untuk menyusun pelajaran agar siswa benar-benar bekerja secara
kooperatif, dituntut suatu pemahaman terhadap komponen-komponen yang membuat
kerjasama itu berjalan. Dalam menguasai komponen pokok pembelajaran kooperatif akan
memungkinkan guru untuk melakukan hal sebagai berikut ini:
(1) menggunakan pelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran
untuk disusun secara kooperatif. (2) menyesuaikan pelajaran-pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif dengan kebutuhan khusus pengajaran,
keadaan, kurikulum, mata pelajaran, dan siswa. (3) mendiagnosa berbagai masalah
yang mungkin dihadapi sebagian siswa dan ikut ambil bagian dalam
penyelesaiannya untuk meningkatkan keefektifan dari kelompok belajar siswa.
Untuk mencapai hasil maksimal dalam pembelajaran
kooperatif, terdapat lima unsur model pembelajaran yang harus diterapkan,
yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok[11].
4. Model
pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC),
termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif learning yang pada mulanya
merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis yaitu sebuah
program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis
untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya
dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran
matematika.
Program CIRC terdiri dari tiga unsur utama, aktivitas
dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman membaca, dan seni berbahasa/ menulis
integral. Dalam semua aktivitas ini, siswa bekerja dalam kelompok belajar
heterogen [12]
Pada model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, siswa bekerja
dalam tim belajar kooperatif beranggotakan empat orang. Dalam kelompok ini
tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa.
Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah.
Mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan bersama.
Model pembelajaran CIRC memiliki delapan komponen.
Kedelapan komponen tersebut antara lain: (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4
atau 5 siswa; (2) Placement test,
misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau
berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada
bidang tertentu; (3) Student creative,
melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya; (4) Team study, yaitu
tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru
memberika bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5) Team scorer and team
recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan
memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara
cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan
tugas; (6) Teaching group, yakni memberikan
materi secara singkat dari guru menjelang
pemberian tugas kelompok; (7) Facts test,
yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8)
Whole-class units, yaitu pemberian
rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah.
Kegiatan pokok dalam CIRC
untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan
bersama yang spesifik, yaitu: (1). Salah satu anggota atau beberapa kelompok
membaca soal, (2). Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan
masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan
yang ditanyakan dengan suatu variabel, (3). Saling membuat ikhtisar/rencana
penyelesaian soal pemecahan masalah, (4). Menuliskan penyelesaian soal
pemecahan masalah secara urut, dan (5). Saling merevisi dan mengedit pekerjaan
/ penyelesaian.
Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dapat ditempuh dengan:
1.
Guru
menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini
digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan
2.
Guru
memberikan latihan soal
3.
Guru
siap melatih siswa untuk meningkatkan
keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui
penerapan model CIRC
4.
Guru membentuk
kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen
5.
Guru
mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan
membagikannya kepada setiap kelompok
6.
Guru
memberitahukan agar dalam setiap
kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik
7.
Setiap
kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok
8.
Ketua kelompok
melaporkan keberhasilan atau
hambatan kelompoknya
9.
Ketua
kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat
mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan
10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan
temuannya
11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
12. Guru memberikan tugas/PR secara individual
13. Guru membubarkan kelompok
dan siswa kembali ke tempat duduknya
14. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi
penyelesaian soal pemecahan masalah
15. Guru memberikan kuis
Terdapat keunggulan model kooperatif tipe CIRC ini, yaitu
sebagai berikut:
1.
CIRC
amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah
2.
Dominasi
guru dalam pembelajaran berkurang
3.
Siswa
termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok
4.
Para
siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya
5.
Membantu
siswa yang lemah
6.
Meningkatkan
hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan
masalah.
5.
Pemecahan Masalah
Lima tingkat taksonomi
pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut:
a.
Rutin:
tindakan rutin atau bersifat alogoritmik yang dilakukan tanpa membuat suatu
keputusan
b.
Diagnostik:
pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin
c.
Strategi:
pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah
d.
Interpretasi:
kegiatan pemecahan masalah yang sesungguhnya, karena melibatkan kegiatan
mereduksi masalah yang nyata, sehingga dapat dipecahkan
e.
Generalisasi:
pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan masalah-masalah yang
baru [13].
Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah
sebagai berikut:
1.
Identifikasi
permasalahan
2.
Representasi
permasalahan
3.
Perencanaan
permasalahan
4.
Menerapkan/
mengimplementasikan perencanaan
5.
Menilai
perencanaan
6.
Menilai
hasil pemecahan
Secara operasional, kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Proses Pembelajaran Pemecahan Masalah
No.
|
Tahap pembelajaran
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1
|
Identifikasi permasalahan
|
Memberi permasalahan pada
siswa
|
Memahami permasalahan
|
Membimbing siswa dalam melakukan
identifikasi permasalahan
|
Melakukan identifikasi
terhadap masalah yang dihadapi
|
||
2
|
Representasi permasalahan
|
Membantu siswa untuk
merumuskan dan memahami masalah secara benar
|
Merumuskan dan pengenalan
permasalahan
|
3
|
Perencanaan permasalahan
|
Membimbing siswa melakukan
perencanaan pemecahan masalah
|
Melakukan perencanaan
pemecahan masalah
|
4
|
Menerapkan/
mengimplementasikan perencanaan
|
Membimbing siswa menerapkan perencanaan
yang telah dibuat
|
Menerapkan rencana pemecahan
masalah
|
5
|
Menilai perencanaan
|
Membimbing siswa melakukan
penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
|
Melakukan penilaian terhadap
perencanaan pemecahan masalah
|
6
|
Menilai hasil pemecahan
|
Membimbing siswa melakukan
penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
|
Melakukan penilaian terhadap
hasil pemecahan masalah
|
Menurut Polya,
dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan
yaitu: (1) Memahami masalah; (2) Merencanakan pemecahannya; (3) Menyelesaikan
masalah sesuai rencana langkah kedua; dan (4) Memeriksa kembali hasil yang
diperoleh [14]
Dalam
memecahkan masalah, tentunya kita mengharapkan penyelesaian yang baik, tepat,
serta menggunakan waktu yang singkat. Namun, terkadang kita mengalami hambatan
dalam pemecahan masalah. Wena mengungkapkan sebagai berikut.
Kadang-kadang kita gagal melihat jawaban terhadap suatu
masalah karena kita tidak dapat membebaskan diri kita sendiri dari pengetahuan
dan asumsi atau anggapan dasar yang kita kenal. Faktor emosi dapat juga
menyumbang pemblokiran atau rintangan dalam pemecahan masalah. Pemecah masalah
yang terampil juga akan menghadapi situasi-situasi pemecahan masalah secara
lebih santai. Hal ini membawa implikasi bahwa atmosfir atau suasana yang santai
dan menyenangkan penting dalam mengajarkan pemecahan masalah.
Jadi, dalam pemecahan masalah siswa, guru juga memiliki
bagian yang penting. Guru harus membawakan suasana yang senang sehingga siswa
tidak tegang/ emosinya terganggu. Sebelumnya tentu kita juga harus optimis
bahwa kita dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Sebagian besar masalah yang dijumpai siswa di sekolah mungkin memerlukan
membaca dengan seksama dan sejumlah pemikiran, tetapi sedikit kreativitas.
Sementara itu, banyak masalah yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari tidaklah
sesederhana itu. Kehidupan penuh dengan situasi yang meminta pemecahan masalah
secara kreatif.
Berikut akan diuraikan suatu strategi untuk mengajar
pemecahan masalah secara kreatif, berdasarkan pada penelitian yang diajukan
oleh Frederiksen sebagai berikut:
1.
Inkubasi
Pemecahan
masalah secara kreatif amat berbeda dengan proses langkah demi langkah secara
analitis. Di dalam memecahkan masalah secara kreatif, salah satu prinsip
penting adalah menghindari tergesa-gesa untuk dapat memecahkan masalah,
sebaliknya, ada manfaatnya untuk mengikuti waktu inkubasi, yaitu merenung
sejenak dan berfikir reflektif terhadap masalah yang dihadapi dan memikirkan
beberapa pemecahan alternatif sebelum memilih tindakan tertentu.
2.
Tidak
tergesa-gesa mengambil keputusan
Di
dalam pemecahan masalh secara kreatif, siswa harus didorong untuk tidak tergesa-gesa
mengambil keputusan untuk mempertimbangkan semua kemungkinan sebelum mencoba
memecahkan suatu pemecahan. Salah satu metode spesifik berdasarkan prinsip
tersebut adalah curah pendapat atau brainstorming.
Dalam curah pendapat dua atau lebih individu menyarankan sebanyak mungkin
pemecahan untuk suatu masalah sebanyak yang dapat mereka pikirkan, tanpa
melihat betapa tampak menggelikannya ide itu. Hanya setelah mereka memikirkan
sebanyak mungkin ide, setiap ide dievaluasi sebagai pemecahan yang mungkin. Ide
dari curah pendapat adalh untuk mencegah pemusatan pada satu pemecahan yang
terlalu dini dan ungkin mengabaikan cara yang lebih bagus untuk
ditindaklanjuti.
3.
Iklim
yang sesuai
Pemecahan
masalah secara kreatif tertunjang oleh lingkungan yang santai, bahkan
lingkungan yang segar. Mungkin bahkan lebih penting, siswa yang terlibat dalam
menyelesaikan masalah secara kreatif harus merasa bahwa ide-ide mereka akan
diterima. Menumbuhkan iklim yang sesuai merupakan suatu langkah penting.
4.
Analisis
Salah
satu metode pemecahan masalah secara kreatif disarankan adalah menganalisis dan
mendaftar karakteristik utama atau unsure-unsur spesifik dari suatu masalah.
5.
Keterampilan-keterampilan
berpikir
Siswa
dapat diajar strategi-strategi khusus untuk pendekatan pemecahan masalah secara
kreatif seperti: memikirkan ide-ide yang tidak umum, mencetuskan banyak ide, merencanakan,
memetakan kemungkinan-kemungkinan, memadukan fakta-fakta, merumuskan masalah
secara jelas.
6.
Umpan
balik
Barangkali
cara yang paling efektif untuk mengajarakan pemecahan masalah adalah dengan
memberikan siswa banyak latihan yang meliputi berbagai macam bentuk masalah, memberikan
umpan balik tidak hanya atas pemecahan yang benar tetapi juga pada proses
bagaimana mereka dapat memecahkan masalah tersebut.peran latihan dengan umpan
balik dalam pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat disepelekan. Siswa
tidak akan pernah sampai pada pemecahan masalah mereka, jika sebelumnya mereka
tidak berlatih berbulan-bulan dan mendapatan umpan balik untuk masalah-masalah
yang lebih sederhana.
Jadi, siswa tidak akan dapat memecahkan masalah apabila
sebelumnya belum pernah memecahkan masalah. Dengan kurikulum KTSP yang menjadikan
siswa sebagai pengambil peran yang besar, maka seorang guru tentu mengarahkan
siswa terlebih dahulu mengarahkan siswa untuk dapat memecahkan masalah. Setelah
itu, barulah memberikan masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa secara
mandiri. Dalam tipe CIRC ini, tentunya siswa memecahkan masalahnya secara
berkelompok. Dari pengalaman memecahan masalah secara berkelompok ini,
diharapkan siswa dapat juga untuk memecahkan masalah secara pribadi dalam
pembelajarannya.
6.
Hasil Belajar Siswa
Aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi,
segala sesuatu yang
dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktivitas. Sedangkan, menurut Sriyono aktivitas adalah segala
kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa
selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan
siswa untuk belajar
[15].
Hasil
belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil
belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah
tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik menurut Benyamin Bloom.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetehuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan
ekspresif dan interpretatif.
Dari ketiga
ranah di atas, di dalam penelitian ini penulis akan mengamati hasil belajar
siswa dalam ranah kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif berupa tes hasil
belajar sedangkan hasil belajar afektif dinilai melalui lembar observasi yang
berisi keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
7.
Aktivitas Belajar
Menurut ilmu jiwa,
dilihat dari pandangan perkembangan konsep jiwa, prinsip aktivitas yang terjadi
dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi dua pandangan yakni ilmu jiwa lama dan
ilmu jiwa modern.
1. Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama
Dalam proses pembelajaran, guru akan senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa
terlalu pasif sedang guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Gurulah
yang menentukan bahan dan metode sedang siswa menerima begitu saja. Aktivitas
siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru
memberikan pertanyaan. Sebenarnya siswa tidak pasif secara mutlak dan proses
belajar mengajar semacam ini jelas tidak mendorong anak didik untuk berpikir
dan berkreativitas.
2. Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern
Secara alami, anak didik juga bisa menjadi
aktif karena adanya motivasi dan dorongan dari bermacam-macam kebutuhan. Siswa
dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh
karena itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar siswa
dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Siswa haruslah beraktivitas, berbuat,
dan mengerjakan sendiri.
Piaget juga menerangkan bahwa seorang anak
berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir.
Oleh karena itu, agar anak berpikir sendiri maka ia harus diberi kesempatan
untuk berbuat sendiri.
Karena
aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, maka para ahli melakukan
klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya adalah:
1) Paul
D. Dierich
Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar dalam 8
kelompok, yaitu:
a.
Kegiatan-kegiatan
visual (visual activities)
Membaca,
melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, da mengamati
orang lain bekerja atau bermain.
b.
Kegiatan-kegiatan
lisan (oral activities)
Mengemukakan
suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan,
memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c.
Kegiatan-kegiatan
mendengarkan (listening activities)
Mendengarkan
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan
suatu permainan, mendengarkan radio.
d.
Kegiatan-kegiatan
menulis (writing activities)
Menulis
cerita, mengisi angket, menulis laporan, mengerjakan tes, memeriksa laporan,
membuat rangkuman.
e.
Kegiatan-kegiatan
menggambar (drawing activities)
Menggambar,
membuat grafik, peta, diagram, chart, dan pola.
f.
Kegiatan-kegiatan
metrik (motor activities)
Melakukan
percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
g.
Kegiatan-kegiatan
mental (mental activities)
Merenungkan,
mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, membuat
keputusan.
h.
Kegiatan-kegiatan
emosional (emosional activities)
Minat, berani, tenang, dan lain-lain.
B. Kerangka
Konseptual
Guru harus memiliki strategi dan metode mengajar yang
tepat, salah satunya yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC. Model
pembelajaran ini menekankan pada siswa untuk saling membantu, bekerjasama dan
bertanggung jawab dalam memahami materi. Akibatnya pemahaman terhadap materi
semakin bertambah. Jika pemahaman siswa semakin bertambah maka hasil belajar
akan meningkat.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran CIRC tidak hanya
dilakukan saat siswa berdiskusi terhadap materi secara berkelompok, tetapi juga
berdiskusi dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
![]() |

METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian
eksperimen semu. Penelitian ini menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitiannya adalah Randomized Control Group Only Design yang digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 2.
Desain Penelitian
Group
|
Treatment
|
Post test
|
Eksperimen
|
X1
|
T
|
Kontrol
|
X2
|
T
|
Keterangan:
X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas
eksperimen yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
X2 :
Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol yaitu dengan menerapkan
pembelajaran konvensional
T : Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol
B.
Populasi dan sampel
1.
Populasi
Populasi adalah
keseluruhan dari subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
X SMA 1
Tilatang Kamang yang terdaftar
pada tahun pelajaran 2012 - 2013.
2.
Sampel
Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang
dipilih dalam penelitian ini adalah sampel yang representatif yang
menggambarkan keseluruhan karakteristik dari
suatu populasi. Pada penelitian ini diambil dua kelas sampel dari
keseluruhan populasi yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan
sampel dilakukan dengan software
minitab. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah sebagai
berikut:
a.
Mengumpulkan
data nilai ulangan harian siswa pada Semester I Mata Pelajaran Matematika
siswa kelas X SMA 1 Tilatang kamang tahun pelajaran 2011-2012
b.
Melakukan uji normalitas populasi menggunakan software MINITAB dengan uji Anderson
Darling. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi
normal atau tidak. Jika pada chart yang diperoleh terlihat bahwa pencacaran
titik-titik pada grafik berada dekat dengan garis lurus, maka P-Value yang
diperoleh dari masing-masing kelas pada populasi tersebut dapat dilihat pada
P-Value > α0,05. jadi dapat disimpulkan bahwa populasi tersebut
berdistribusi normal untuk α0,05.
c.
Melakukan uji homogenitas variansi dengan
menggunakan software MINITAB dengan
Uji Barlett. Uji homogenitas variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Jika P-Value yang
diperoleh besar dari α0,05, maka dapat disimpulkan bahwa populasi
memiliki variansi yang homogen.
d.
Untuk melihat kesamaan rata-rata populasi maka
dilakukan analisis variansi satu arah.
e.
Apabila populasi berdistribusi normal dan homogen
serta memiliki rata-rata yang tidak berbeda untuk α = 0,05 maka diambil dua
kelas secara acak untuk dijadikan sampel[16].
C.
Variabel dan Data
1.
Variabel
“Variabel adalah
objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”[17]. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel
bebas dan variabel terikat.
a.
Varibel
bebas
Dalam
penelitian ini variabel bebasnya yaitu pemberian perlakuan pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol.
b.
Variabel
terikat
Dalam
penelitian ini variabel terikatnya adalah aktivitas dan hasil belajar
matematika siswa setelah diberikan perlakuan sesuai variabel bebas.
2.
Data
Jenis
data dalam penelitian ini adalah:
1.
Data
Primer
Data
primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari objek
penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah data tentang hasil belajar
matematika siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan hasil
belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
2.
Data
Sekunder
Data sekunder
adalah data tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta data nilai
ulangan harian siswa kelas X SMA 4 Padang
D.
Prosedur Penelitian
Tahap–tahap
yang dilalui pada penelitian ini yaitu:
1.
Tahap Persiapan
a.
Menetapkan jadwal penelitian
b.
Mempersiapkan surat penelitian
c.
Menentukan sampel penelitian
d.
Membuat
silabus dan RPP
e.
Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat
aktivitas siswa.
f.
Meminta kesedian seorang observer untuk membantu
peneliti dalam mengamati aktivitas
siswa
2.
Tahap Pelaksanaan
Pembelajaran diberikan pada kedua kelas sampel. Perlakuan
yang diberikan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen diberikan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Berikut dijelaskan proses pelaksanaan pembelajaran pada kedua kelas sampel, yaitu:
a.
Kelas Eksperimen
1.
Guru
menerangkan pokok bahasan kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang
berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan
2.
Guru
memberikan latihan soal
3.
Guru
melatih siswa untuk meningkatkan
keterampilan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model
CIRC
4.
Guru membentuk
kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen
5.
Guru
mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan
membagikannya kepada setiap kelompok
6.
Guru
memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama
yang spesifik
7.
Setiap
kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok
8.
Ketua kelompok
melaporkan keberhasilan atau
hambatan kelompoknya
9.
Ketua
kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat
mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan
10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan
temuannya
11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
12. Guru memberikan tugas/PR secara individual
13. Guru membubarkan kelompok
dan siswa kembali ke tempat duduknya
14. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi
penyelesaian soal pemecahan masalah
15. Guru memberikan kuis
b.
Kelas Kontrol
Pada kelas kontrol pembelajaran
dilaksanakan adalah pembelajaran konvensional. Guru dalam hal ini menjelaskan
materi secara klasikal dan
diteruskan dengan tanya jawab, kemudian diberikan beberapa contoh soal dan
latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran guru
menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan memberikan Pekerjaan Rumah (PR)
yang telah disediakan oleh guru.
3.
Tahap Akhir
a. Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas
eksperimen dan kontrol
b. Menganalisis hasil tes yang diperoleh dari tes kemampuan
pemecahan masalah.
c.
Menyusun
hasil penelitian
E. Instrumen
Penelitian
1.
Lembar
Observasi
Lembar
observasi yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang aktivitas siswa pada setiap pertemuan selama diterapkan
pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kegiatan observasi tersebut diamati oleh
observer.
2.
Tes
Tes adalah sekumpulan
soal-soal yang harus dikerjakan siswa dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Tes yang diberikan berupa soal essay (uraian) yang disesuaikan dengan pokok
bahasan selesai diadakan.
1. Validitas Butir Soal
Untuk menguji
validitas item, kita gunakan rumus korelasi product
moment dengan angka kasar yaitu:

Keterangan:
rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan
variabel Y
N = jumlah siswa
X = skor item
Y = skor total
Interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
·
Antara
0,81 - ≤ 1,00 : sangat tinggi
·
Antara
0,61 - ≤ 0,80 : tinggi
·
Antara
0,41 - ≤ 0,60 : cukup
·
Antara
0,21 - ≤ 0,40 : rendah
·
Antara
0,00 - ≤ 0,20 : sangat rendah
2. Reliabilitas tes
Rumus reliabilitas tes untuk soal essay:



n = jumlah item
Untuk itu,
terlebih dahulu dihitung:

3. Daya Pembeda
Dari hasil analisis
kuantitatif soal uraian
diperoleh daya Pembeda soal
dan tingkat kesukaran.
Soal yang baik adalah
soal yang dapat
membedakan kelompok siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Indeks yang dapat mengukur
perbedaan itu adalah daya pembeda (item discrimination).
Daya pembeda soal adalah selisih proporsi jawaban benar
pada kelompok siswa
berkemampuan tinggi (kelompok atas) dan
berkemampuan rendah (kelompok
bawah).
Daya pembeda soal
berkisar antara -1
sampai dengan +1. Tanda negatif
berarti kelompok siswa berkemampuan rendah yang menjawab benar soal tertentu
lebih banyak dari kelompok siswa berkemampuan tinggi.
Untuk menentukan daya
pembeda soal tersebut dapat digunakan rumus:

Keterangan:
Ip
= Indeks pembeda soal
Mt = Rata-rata skor dari kelompok
tinggi
Mr
= Rata-rata skor dari kelompok
rendah
∑Xt2 = Jumlah kuadrat deviasi skor
kelompok tinggi
∑Xr2 = Jumlah kuadrat deviasi skor
kelompok rendah
n = 27% xN, N= Jumlah siswa
Soal akan mempunyai daya pembeda soal yang berarti
(signifikan) jika
4. Indeks Kesukaran
Setelah daya pembeda soal diperoleh, langkah selanjutnya
yang harus dilakukan
adalah menentukan tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran
adalah proporsi siswa yang menjawab benar. Tingkat kesukaran berkisar antara 0
sampai dengan 1. Makin besar tingkat kesukaran makin mudah soal
tersebut begitu pula
sebaliknya makin kecil tingkat
kesukaran makin sukar soal tersebut.
Indeks kesukaran digunakan untuk melihat apakah soal
tersebut tergolong soal yang mudah, sedang atau sukar. Untuk
menentukan indeks
kesukaran digunakan rumus:

Keterangan:
Ik =
Indeks kesukaran soal
Dt =
Jumlah skor dari kelompok tinggi
Dr =
Jumlah skor dari kelompok rendah
m = Skor setiap
soal jika benar
untuk menentukan soal tergolong mudah, sedang atau sukar
ditetapkan kriteria seperti pada tabel berikut:
Tabel 3. Kriteria Indeks kesukaran Tes
Ik
(Indeks Kesukaran)
|
Kualifikasi
|
Ik
< 27 %
27 % ≤ Ik
≤ 73 %
Ik
> 73 %
|
sukar
sedang
mudah
|
Kriteria Penerimaan Soal
Dari hasil tersebut, untuk menentukan soal yang akan
dipakai maka ditetapkan bahwa:
a.
Soal
yang baik atau tetap dipakai jika item terhadap Ip signifikan dan

b.
Soal
diperbaiki jika:
1)
Ip
signifikan dan Ik = 100% atau Ik = 0%
2)
Ip tidak signifikan dan 

F.
Teknik Analisis Data
1.
Aktivitas
Belajar Siswa
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa
selama proses selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC. Lembar observasi ini dianalisis dengan cara menentukan
persentasi aktivitas yang diamati dengan teknik persentasi yaitu :

Keterangan :
P% = Persentase
Aktivitas
F = Frekuensi
Aktivitas Yang Dilakukan
N = Jumlah
Siswa
Sedangkan
penilaian aktivitas siswa adalah :[21]
1%-25% : Sedikit Sekali
26%-50% : Sedikit
51%-75% : Banyak
76%-100% : Banyak Sekali
Kemudian persentase aktivitas yang diperoleh akan dibahas berdasarkan
kriteria yang ada.
2.
Hasil
Belajar Kelompok
Hasil belajar kelompok dianalisis dengan cara menghitung rata-rata nilai
kelompok yaitu jumlah nilai siswa dalam kelompok dibagi dengan jumlah siswa.
3.
Hasil
Belajar Siswa
Tes hasil belajar diberikan kepada kedua kelas sampel.
Sampel hasil belajar berguna untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua
kelas sampel. Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan menggunakan
uji-t. Seluruh proses analisis data dilakukan dengan bantuan “software MINITAB”. Sebelumnya data diuji
dulu apakah berdistribusi normal dan homogen. Untuk itu terlebih dahulu
dilakukan adalah:
1)
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah kedua
kelompok sample berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan software MINITAB. Untuk
melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak digunakan interprestasi
P-Value yaitu data berdistribusi normal jika P-Value>α dan tidak normal jika
sebaliknya.
2)
Uji Homogenitas Variansi
Untuk lebih mempermudah perhitungan maka dibantu dengan
MINITAB. Dalam hal ini dilakukan uji Bartlet, untuk melihat apakah data homogen
atau tidak digunakan cara interprestasi P-Value yaitu data homogen jika
P-Value>α dan tidak homogen jika sebaliknya[22].
3)
Uji Hipotesis
Uji hipotesisi digunakan untuk mengetahui apakah hasil
belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar
matematika siswa kelas kontrol. Digunakan uji satu pihak
dengan hipotesis statistiknya:
H0 : μ1 = μ2
H1 : μ1 > μ2
Dengan μ1 dan μ2 masing-masing
adalah nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas pada kelas
eksperimen dan nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas control.
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan bantuan software MINITAB. Kriteria pengujian
adalah tolak H0 jika P-Value<α, serta terima H0 untuk
jika sebaliknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Lie, Anita.
2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi: Konsep,
Pemodelan, dan Perlatihan. Padang: UNP.
Narulita,
Yusron. 2010. Colaborative Learning
(David W. Johnson. Terjemahan). Bandung: Nusa Media.
Nur, Mohamad.
2004. Pengajaran Berpusat kepada Siswa
dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: UNS.
. 2005. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.
Prawironegoro, Pratiknyo. 1985. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika.
Jakarta: P2LPTK.
Prawoto,
Sigit. 2012. The Handbook of Cooperative
Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan). Yogyakarta: Familia.
Suherman,
Erman. et. al. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Syafriandi.
2001. Analisis Statistika Inferensial
Dengan Menggunakan Minitab. Padang: FMIPA UNP
Wena,
Made.2011. Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
[3] Lufri. Strategi
Pembelajaran Biologi: Konsep, Pemodelan, dan Perlatihan. (Padang: UNP,2007).hal.50
[4] Lufri. Strategi
Pembelajaran Biologi: Konsep, Pemodelan, dan Perlatihan.(Padang: UNP,2007).hal.51
[5] Narulita, Yusron. Colaborative
Learning (David W. Johnson. Terjemahan). (Bandung: Nusa Media, 2010) hal.4
[6] Sigit Prawoto. The
Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan).( Yogyakarta: Familia,2012) hal.561
[8] Mohamad nur. Pengajaran
Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.( Surabaya: UNS,2004)hal. 25
[9] Anita Lie. Cooperative Learning: Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.( Jakarta: PT. Grasindo,2002)
hal.27
[10] Sigit Prawoto. The Handbook of Cooperative Learning
(Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan). (Yogyakarta:
Familia,2012)
hal.411
[11] Narulita, Yusron. Colaborative Learning (David W. Johnson.
Terjemahan). (Bandung: Nusa Media,2010)hal.7
[12] Sigit Prawoto, The
Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan).(Yogyakarta: Familia,2012)hal.39-40
[13] Made Wena. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. (Jakarta: Bumi Aksara,2011)hal.53
[15] Syafriandi Analisis
Statistika Inferensial Dengan Menggunakan Minitab. (Padang: FMIPA UNP,2001)hal.26
[16] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta,2002) Hal. 108-109
[17] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta,2002) hal.96
[18] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika.(Jakarta: P2LPTK, 1985)
hal.11
[19] Pratiknyo Prawironegoro. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika.
(Jakarta: P2LPTK , 1985)hal.14
[20] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika.
(Jakarta: P2LPTK, 1985)hal.16
[22] Syafriandi, Analisis Statistika Inferensial Dengan Menggunakan Minitab.( Padang:
FMIPA UNP,2001)hal.
6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar