Selasa, 29 Januari 2013

PROPOSAL PRIBADI

* buat yang kurang jelas softcopynya silahkan diDOWNLOAD

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC  TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DI SMAN 1 TILATANG KAMANG TAHUN AJARAN 2012-2013
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur  dalam Mata Kuliah
Metodologi Penelitian dan Pengajaran Pendidikan Matematika





Oleh:
RISMA
2410.032
Dosen Pembimbing :
M. Imamuddin, M,Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
1433 H / 2013 M




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai peran besar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan adanya pelajaran matematika di sekolah, maka secara tidak langsung dapat mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain. Selain itu, di dalam tujuan pembelajaran matematika yang termuat dalam Permendiknas No. 22  tahun 2006 terdapat tiga poin yang menyebutkan mengenai pemecahan masalah, yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Di sini telah digambarkan, betapa pentingnya pemecahan masalah itu.
Biasanya kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian, karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga pemahaman siswa dalam pemecahan masalah dapat terukur. Soal yang mengandung unsur pemecahan masalah lebih ditekankan kepada penajaman intelektual siswa sesuai dengan kenyataan yang mereka hadapi. Namun kenyataannya banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal, kurang mampu memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.
Pemecahan masalah memang harus dikuasai setiap siswa. Namun, dalam upaya pencapaian kemampuan pemecahan masalah tersebut, siswa tidak harus diajarkan oleh guru ataupun harus mengkonstruksi sendiri. Namun siswa dapat dimulainya dengan memecahkan masalah secara berkelompok-kelompok dengan bimbingan guru. Maka dari itu, saya mengangkat judul penelitian yaitu “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC  Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa di SMA 1 Tilatang Kamang Tahun Ajaran 2012-2013”.
B.     Identifikasi Masalah
1.      Mayoritas siswa masih belum mampu memecahkan masalah matematika secara mandiri, sehingga aktivitas dan hasil belajar belum maksimal
2.      Proses pembelajaran belum sepenuhnya berpusat kepada siswa
C.    Batasan Masalah
Batasan pada penelitian ini adalah mayoritas siswa masih belum mampu memecahkan masalah matematika secara mandiri, sehingga aktivitas dan hasil belajar belum maksimal
D.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?”
E.     Asumsi
1.      Siswa memperoleh kesempatan belajar yang sama dalam pembelajaran matematika
2.      Siswa dapat bekerjasama dengan teman-teman lainnya
3.      Guru dapat menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC
4.      Hasil belajar siswa dapat menggambarkan kemampuan siswa
F.     Pertanyaan Penelitian
1.      Bagaimanakah aktivitas belajar siswa selama pembelajaran matematika saat diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ?
2.      Apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional?
G.    Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada pelajaran matematika.
H.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk  mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC  (Cooperative Integrated Reading and Composition) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
I.       Manfaat Penelitian
1.      Manfaat bagi siswa, yaitu:
a.       Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat mengembangkan dan mengasah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
b.      Pelaksanaan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengembangkan rasa kebersamaan dan kerjasama siswa dengan siswa lain.
2.      Manfaat bagi guru, yaitu: sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan terbaik bagi siswa.
3.      Manfaat bagi peneliti, yaitu: menambah pengalaman bagi peneliti mengenai model pembelajaran tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.    Kajian Teori
1.      Efektivitas
Efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan.[1]
Sedangkan menurut Sinambela, 2008, “pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan) serta keterkaitan informasi yang diberikan”.
Jadi untuk mencapai pembelajaran yang efektif, siswa tidak hanya pasif dalam menerima pelajaran dari guru. Dalam pembelajaran perlu diperhatikan bagaimana siswa ikut serta mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila  dalam penggunaan model pembelajaran yang diterapkan dapat memberikan hasil optimal terhadap aspek yang hendak diukur.
Efektivitas yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah ketepatgunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif CIRC ini.
2.      Model Pembelajaran
Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan[2].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), model berarti pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya). Sesungguhnya model yang dimaksudkan dalam pembelajaran juga sama atau hampir sama yang dikemukakan dalam KBBI tersebut. Model pembelajaran artinya pola atau contoh pembelajaran yang sudah didesain menggunakan pendekatan atau metode atau strategi pembelajaran yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintaks) dan perangkat pembelajarannya[3].
Seorang guru dapat merancang suatu model pembelajaran yang baru, atau juga dapat memodifikasi model yang sudah ada sebelumnya.model pembelajaran ditandai dengan adanya hal-hal seperti berikut ini:
1.    Struktur tugas, mengacu kepada dua hal yaitu cara pembelajaran diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh anak didik di dalam kelas.
2.    Struktur tujuan, merupakan kadar saling ketergantungan anak didik pada saat mereka mengerjakan tugas. Ada 3 macam struktur tujuan: (1) individualistik, yaitu pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain; (2) kompetitif, anak didik hanya dapat mencapai suatu tujuan jika anak didik lain tidak dapat mencapai tujuan tersebut; (3) kooperatif, anak didik hanya dapat mencapai tujuan jika bekerjasama dengan anak didik lain.
3.    Struktur penghargaan, merupakan penghargaan yang diperoleh anak didik atas prestasinya. Struktur penghargaan bervariasi tergantung jenis upaya yang dilakukan[4].
3.      Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain[5].
Sedangkan menurut Sharan dalam Prawoto, “pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berpusat kelompok dan berpusat siswa untuk pengajaran dan pembelajaran di kelas”.[6]
Pembelajaran kooperatif mencakup kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan bersama lainnya[7]
Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Aktivitas pembelajran kooperatif banyak memainkan peran dalam pembelajaran[8].
Dalam pembelajaran kooperatif ini setiap siswa berusaha juga untuk memberikan manfaat kepada teman-teman sesama anggota kelompoknya atas hasil yang ia dapatkan. Sehingga siswa tidak hanya mendapatkan manfaat pembelajaran dari dirinya sendiri, tetapi juga mendapatkan manfaat dari orang lain. Dengan kata lain, manfaat yang didapatkan siswa dengan pembelajaran kooperatif ini akan berlipat ganda. Disini juga tampak hubungan saling menguntungkan. Apabila siswa telah terbiasa untuk bekerjasama dengan anggota kelompoknya, maka nantinya siswa juga diharapkan untuk dapat bekerjasama dengan lingkungan yang lebih luas. Dengan begitu, dampak dari pembelajaran kooperatif itu sendiri nantinya tidak hanya terlihat dalam pembelajaran di sekolah, tetapi juga di lingkungan sekitar siswa.
Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan, terutama alasan mengenai kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika ditempatkan di dalam kelompok. Selain itu, banyak siswa yang tidak senang bekerja kelompok [9].Akan tetapi, dalam pembelajaran matematika perlu diterapkan model pembelajaran kooperatif ini, karena dengan membentuk kelompok-kelompok kecil akan didapatkan banyak ide-ide dalam pemecahan suatu masalah. Kelompok -  kelompok kecil menyediakan sebuah forum di mana siswa mengajukan pertanyaan, mendiskusikan gagasan, membuat kesalahan, belajara mendengarkan gagasan orang lain, menawarkan kritik membangun, dan meringkas penemuan-penemuan mereka dalam tulisan”. Jadi, kelompok-kelompok kecil itu menyediakan mekanisme yang mendukung pembelajaran matematika.[10]
Namun, seorang guru tentunya harus pandai mengkondisikan siswanya agar pembelajaran kooperatif ini benar-benar terlaksana. Tidak hanya pengaturan tempat duduk dan sekadar pembagian kelompok yang perlu dilakukan oleh guru. Untuk menyusun pelajaran agar siswa benar-benar bekerja secara kooperatif, dituntut suatu pemahaman terhadap komponen-komponen yang membuat kerjasama itu berjalan. Dalam menguasai komponen pokok pembelajaran kooperatif akan memungkinkan guru untuk melakukan hal sebagai berikut ini:
(1) menggunakan pelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran untuk disusun secara kooperatif. (2) menyesuaikan pelajaran-pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif dengan kebutuhan khusus pengajaran, keadaan, kurikulum, mata pelajaran, dan siswa. (3) mendiagnosa berbagai masalah yang mungkin dihadapi sebagian siswa dan ikut ambil bagian dalam penyelesaiannya untuk meningkatkan keefektifan dari kelompok belajar siswa.
Untuk mencapai hasil maksimal dalam pembelajaran kooperatif, terdapat lima unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok[11].
4.      Model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC), termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika. 
Program CIRC terdiri dari tiga unsur utama, aktivitas dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman membaca, dan seni berbahasa/ menulis integral. Dalam semua aktivitas ini, siswa bekerja dalam kelompok belajar heterogen [12]
Pada model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif beranggotakan empat orang. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah. Mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan bersama.
Model pembelajaran CIRC memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain: (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa; (2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu; (3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberika bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas; (6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat  dari guru menjelang pemberian tugas kelompok; (7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
Kegiatan pokok dalam CIRC  untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu: (1). Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal, (2). Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel, (3). Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah, (4). Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan (5). Saling merevisi dan mengedit pekerjaan / penyelesaian.
Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat ditempuh dengan: 
1.      Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan
2.      Guru memberikan latihan soal
3.      Guru siap melatih siswa  untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC
4.      Guru  membentuk  kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen
5.      Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok
6.      Guru memberitahukan agar  dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik
7.      Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok
8.      Ketua  kelompok  melaporkan  keberhasilan atau hambatan kelompoknya
9.      Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan
10.  Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya
11.  Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
12.  Guru memberikan tugas/PR secara individual
13.  Guru membubarkan kelompok  dan siswa kembali ke tempat duduknya
14.  Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah 
15.  Guru memberikan kuis
Terdapat keunggulan model kooperatif tipe CIRC ini, yaitu sebagai berikut:
1.      CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
2.      Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang
3.      Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok
4.      Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya
5.      Membantu siswa yang lemah
6.      Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah.
5.      Pemecahan Masalah
Lima  tingkat taksonomi pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut:
a.       Rutin: tindakan rutin atau bersifat alogoritmik yang dilakukan tanpa membuat suatu keputusan
b.      Diagnostik: pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin
c.       Strategi: pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah
d.      Interpretasi: kegiatan pemecahan masalah yang sesungguhnya, karena melibatkan kegiatan mereduksi masalah yang nyata, sehingga dapat dipecahkan
e.       Generalisasi: pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan masalah-masalah yang baru [13].
Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
1.      Identifikasi permasalahan
2.      Representasi permasalahan
3.      Perencanaan permasalahan
4.      Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan
5.      Menilai perencanaan
6.      Menilai hasil pemecahan
Secara operasional, kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Proses Pembelajaran Pemecahan Masalah
No.
Tahap pembelajaran
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1
Identifikasi permasalahan

Memberi permasalahan pada siswa
Memahami permasalahan
Membimbing siswa dalam melakukan identifikasi permasalahan
Melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi
2
Representasi permasalahan

Membantu siswa untuk merumuskan dan memahami masalah secara benar
Merumuskan dan pengenalan permasalahan
3
Perencanaan permasalahan

Membimbing siswa melakukan perencanaan pemecahan masalah
Melakukan perencanaan pemecahan masalah
4
Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan

Membimbing siswa menerapkan perencanaan yang telah dibuat
Menerapkan rencana pemecahan masalah
5
Menilai perencanaan

Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
Melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
6
Menilai hasil pemecahan

Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
Melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) Memahami masalah; (2) Merencanakan pemecahannya; (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua; dan (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh [14]
Dalam memecahkan masalah, tentunya kita mengharapkan penyelesaian yang baik, tepat, serta menggunakan waktu yang singkat. Namun, terkadang kita mengalami hambatan dalam pemecahan masalah. Wena mengungkapkan sebagai berikut.
Kadang-kadang kita gagal melihat jawaban terhadap suatu masalah karena kita tidak dapat membebaskan diri kita sendiri dari pengetahuan dan asumsi atau anggapan dasar yang kita kenal. Faktor emosi dapat juga menyumbang pemblokiran atau rintangan dalam pemecahan masalah. Pemecah masalah yang terampil juga akan menghadapi situasi-situasi pemecahan masalah secara lebih santai. Hal ini membawa implikasi bahwa atmosfir atau suasana yang santai dan menyenangkan penting dalam mengajarkan pemecahan masalah.
Jadi, dalam pemecahan masalah siswa, guru juga memiliki bagian yang penting. Guru harus membawakan suasana yang senang sehingga siswa tidak tegang/ emosinya terganggu. Sebelumnya tentu kita juga harus optimis bahwa kita dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Sebagian besar masalah yang dijumpai siswa di sekolah mungkin memerlukan membaca dengan seksama dan sejumlah pemikiran, tetapi sedikit kreativitas. Sementara itu, banyak masalah yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari tidaklah sesederhana itu. Kehidupan penuh dengan situasi yang meminta pemecahan masalah secara kreatif.
Berikut akan diuraikan suatu strategi untuk mengajar pemecahan masalah secara kreatif, berdasarkan pada penelitian yang diajukan oleh Frederiksen sebagai berikut:
1.    Inkubasi
Pemecahan masalah secara kreatif amat berbeda dengan proses langkah demi langkah secara analitis. Di dalam memecahkan masalah secara kreatif, salah satu prinsip penting adalah menghindari tergesa-gesa untuk dapat memecahkan masalah, sebaliknya, ada manfaatnya untuk mengikuti waktu inkubasi, yaitu merenung sejenak dan berfikir reflektif terhadap masalah yang dihadapi dan memikirkan beberapa pemecahan alternatif sebelum memilih tindakan tertentu.
2.      Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan
Di dalam pemecahan masalh secara kreatif, siswa harus didorong untuk tidak tergesa-gesa mengambil keputusan untuk mempertimbangkan semua kemungkinan sebelum mencoba memecahkan suatu pemecahan. Salah satu metode spesifik berdasarkan prinsip tersebut adalah curah pendapat atau brainstorming. Dalam curah pendapat dua atau lebih individu menyarankan sebanyak mungkin pemecahan untuk suatu masalah sebanyak yang dapat mereka pikirkan, tanpa melihat betapa tampak menggelikannya ide itu. Hanya setelah mereka memikirkan sebanyak mungkin ide, setiap ide dievaluasi sebagai pemecahan yang mungkin. Ide dari curah pendapat adalh untuk mencegah pemusatan pada satu pemecahan yang terlalu dini dan ungkin mengabaikan cara yang lebih bagus untuk ditindaklanjuti.
3.      Iklim yang sesuai
Pemecahan masalah secara kreatif tertunjang oleh lingkungan yang santai, bahkan lingkungan yang segar. Mungkin bahkan lebih penting, siswa yang terlibat dalam menyelesaikan masalah secara kreatif harus merasa bahwa ide-ide mereka akan diterima. Menumbuhkan iklim yang sesuai merupakan suatu langkah penting.
4.      Analisis
Salah satu metode pemecahan masalah secara kreatif disarankan adalah menganalisis dan mendaftar karakteristik utama atau unsure-unsur spesifik dari suatu masalah.
5.      Keterampilan-keterampilan berpikir
Siswa dapat diajar strategi-strategi khusus untuk pendekatan pemecahan masalah secara kreatif seperti: memikirkan ide-ide yang tidak umum, mencetuskan banyak ide, merencanakan, memetakan kemungkinan-kemungkinan, memadukan fakta-fakta, merumuskan masalah secara jelas.
6.      Umpan balik
Barangkali cara yang paling efektif untuk mengajarakan pemecahan masalah adalah dengan memberikan siswa banyak latihan yang meliputi berbagai macam bentuk masalah, memberikan umpan balik tidak hanya atas pemecahan yang benar tetapi juga pada proses bagaimana mereka dapat memecahkan masalah tersebut.peran latihan dengan umpan balik dalam pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat disepelekan. Siswa tidak akan pernah sampai pada pemecahan masalah mereka, jika sebelumnya mereka tidak berlatih berbulan-bulan dan mendapatan umpan balik untuk masalah-masalah yang lebih sederhana.
Jadi, siswa tidak akan dapat memecahkan masalah apabila sebelumnya belum pernah memecahkan masalah. Dengan kurikulum KTSP yang menjadikan siswa sebagai pengambil peran yang besar, maka seorang guru tentu mengarahkan siswa terlebih dahulu mengarahkan siswa untuk dapat memecahkan masalah. Setelah itu, barulah memberikan masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa secara mandiri. Dalam tipe CIRC ini, tentunya siswa memecahkan masalahnya secara berkelompok. Dari pengalaman memecahan masalah secara berkelompok ini, diharapkan siswa dapat juga untuk memecahkan masalah secara pribadi dalam pembelajarannya.
6.      Hasil Belajar Siswa
Aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala  sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Sedangkan, menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar [15].
 Hasil  belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik menurut Benyamin Bloom.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetehuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dari ketiga ranah di atas, di dalam penelitian ini penulis akan mengamati hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif berupa tes hasil belajar sedangkan hasil belajar afektif dinilai melalui lembar observasi yang berisi keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
7.      Aktivitas Belajar
Menurut ilmu jiwa, dilihat dari pandangan perkembangan konsep jiwa, prinsip aktivitas yang terjadi dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi dua pandangan yakni ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern.
1.      Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama
Dalam proses pembelajaran, guru akan senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu pasif sedang guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Gurulah yang menentukan bahan dan metode sedang siswa menerima begitu saja. Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru memberikan pertanyaan. Sebenarnya siswa tidak pasif secara mutlak dan proses belajar mengajar semacam ini jelas tidak mendorong anak didik untuk berpikir dan berkreativitas.
2.      Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern
Secara alami, anak didik juga bisa menjadi aktif karena adanya motivasi dan dorongan dari bermacam-macam kebutuhan. Siswa dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh karena itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar siswa dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Siswa haruslah beraktivitas, berbuat, dan mengerjakan sendiri.
Piaget juga menerangkan bahwa seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Oleh karena itu, agar anak berpikir sendiri maka ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri.
Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, maka para ahli melakukan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya adalah:
1)      Paul D. Dierich
Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, yaitu:
a.       Kegiatan-kegiatan visual (visual activities)
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, da mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b.      Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c.       Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities)
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d.      Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities)
Menulis cerita, mengisi angket, menulis laporan, mengerjakan tes, memeriksa laporan, membuat rangkuman.
e.       Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities)
Menggambar, membuat grafik, peta, diagram, chart, dan pola.
f.       Kegiatan-kegiatan metrik (motor activities)
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
g.      Kegiatan-kegiatan mental (mental activities)
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, membuat keputusan.
h.      Kegiatan-kegiatan emosional (emosional activities)
Minat, berani, tenang, dan lain-lain.

B.     Kerangka Konseptual
Guru harus memiliki strategi dan metode mengajar yang tepat, salah satunya yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC. Model pembelajaran ini menekankan pada siswa untuk saling membantu, bekerjasama dan bertanggung jawab dalam memahami materi. Akibatnya pemahaman terhadap materi semakin bertambah. Jika pemahaman siswa semakin bertambah maka hasil belajar akan meningkat.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran CIRC tidak hanya dilakukan saat siswa berdiskusi terhadap materi secara berkelompok, tetapi juga berdiskusi dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.


 










BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.        Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimen semu. Penelitian ini menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitiannya adalah Randomized Control Group Only Design yang digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 2. Desain Penelitian
Group
Treatment
Post test
Eksperimen
X1
T
Kontrol
X2
T
Keterangan:
X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
X2  :    Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol yaitu dengan menerapkan pembelajaran konvensional
T  :    Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
B.        Populasi dan sampel
1.      Populasi
 Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA 1 Tilatang Kamang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2012 - 2013.
2.      Sampel
 Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.   Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sampel yang representatif yang menggambarkan keseluruhan karakteristik dari  suatu populasi. Pada penelitian ini diambil dua kelas sampel dari keseluruhan populasi yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan software minitab. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
a.       Mengumpulkan data nilai ulangan harian siswa pada Semester I Mata Pelajaran Matematika siswa kelas X SMA 1 Tilatang kamang tahun pelajaran 2011-2012
b.      Melakukan uji normalitas populasi menggunakan software MINITAB dengan uji Anderson Darling. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Jika pada chart yang diperoleh terlihat bahwa pencacaran titik-titik pada grafik berada dekat dengan garis lurus, maka P-Value yang diperoleh dari masing-masing kelas pada populasi tersebut dapat dilihat pada P-Value > α0,05. jadi dapat disimpulkan bahwa populasi tersebut berdistribusi normal untuk α0,05.
c.       Melakukan uji homogenitas variansi dengan menggunakan software MINITAB dengan Uji Barlett. Uji homogenitas variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Jika P-Value yang diperoleh besar dari α0,05, maka dapat disimpulkan bahwa populasi memiliki variansi yang homogen.
d.      Untuk melihat kesamaan rata-rata populasi maka dilakukan analisis variansi satu arah.
e.       Apabila populasi berdistribusi normal dan homogen serta memiliki rata-rata yang tidak berbeda untuk α = 0,05 maka diambil dua kelas secara acak untuk dijadikan sampel[16].
C.        Variabel dan Data
1.      Variabel
 “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”[17]. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat.
a.    Varibel bebas
Dalam penelitian ini variabel bebasnya yaitu pemberian perlakuan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
b.   Variabel terikat
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah aktivitas dan hasil belajar matematika siswa setelah diberikan perlakuan sesuai variabel bebas.
2.      Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah:
1.      Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah data tentang hasil belajar matematika siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
2.      Data Sekunder
Data sekunder adalah data tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta data nilai ulangan harian siswa kelas X SMA 4 Padang
D.        Prosedur Penelitian
Tahap–tahap yang dilalui pada penelitian ini yaitu:
1.      Tahap Persiapan
a.       Menetapkan jadwal penelitian
b.      Mempersiapkan surat penelitian
c.       Menentukan sampel penelitian
d.      Membuat silabus dan RPP
e.       Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa.
f.       Meminta kesedian seorang observer untuk membantu peneliti dalam mengamati aktivitas siswa
2.      Tahap Pelaksanaan
Pembelajaran diberikan pada kedua kelas sampel. Perlakuan yang diberikan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Berikut dijelaskan proses pelaksanaan pembelajaran pada kedua kelas sampel, yaitu:
a.       Kelas Eksperimen
1.      Guru menerangkan pokok bahasan kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan
2.      Guru memberikan latihan soal
3.      Guru melatih siswa  untuk meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC
4.      Guru  membentuk  kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen
5.      Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok
6.      Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik
7.      Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok
8.      Ketua  kelompok  melaporkan  keberhasilan atau hambatan kelompoknya
9.      Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan
10.  Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya
11.  Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator
12.  Guru memberikan tugas/PR secara individual
13.  Guru membubarkan kelompok  dan siswa kembali ke tempat duduknya
14.  Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah 
15.  Guru memberikan kuis
b.      Kelas Kontrol
Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan adalah pembelajaran konvensional. Guru dalam hal ini menjelaskan materi secara klasikal dan diteruskan dengan tanya jawab, kemudian diberikan beberapa contoh soal dan latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan memberikan Pekerjaan Rumah (PR) yang telah disediakan oleh guru.
3.      Tahap Akhir
a.    Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kontrol
b.   Menganalisis hasil tes yang diperoleh dari tes kemampuan pemecahan masalah.
c.    Menyusun hasil penelitian
E.     Instrumen Penelitian
1.      Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang aktivitas siswa pada setiap pertemuan selama diterapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kegiatan observasi tersebut diamati oleh observer.
2.      Tes
Tes adalah sekumpulan soal-soal yang harus dikerjakan siswa dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Tes yang diberikan berupa soal essay (uraian) yang disesuaikan dengan pokok bahasan selesai diadakan.
1.      Validitas Butir Soal
Untuk menguji validitas item, kita gunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar yaitu:

Keterangan:
rXY  = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N    = jumlah siswa
X    = skor item
Y    = skor total
Interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
·       Antara 0,81 -  ≤ 1,00   :           sangat tinggi
·       Antara 0,61 -  ≤ 0,80   :           tinggi
·       Antara 0,41 -  ≤ 0,60   :           cukup
·       Antara 0,21 -  ≤ 0,40   :           rendah
·       Antara 0,00 -  ≤ 0,20   :           sangat rendah

2.      Reliabilitas tes
Rumus reliabilitas tes untuk soal essay:
                        jumlah varians skor tiap item
                         varians total
n        =  jumlah item
                        Untuk itu, terlebih dahulu dihitung:

3.      Daya Pembeda
Dari  hasil  analisis  kuantitatif  soal  uraian  diperoleh  daya Pembeda  soal  dan  tingkat  kesukaran.  Soal  yang  baik adalah  soal  yang  dapat  membedakan  kelompok  siswa yang berkemampuan  tinggi dan berkemampuan  rendah. Indeks yang dapat mengukur perbedaan  itu adalah daya pembeda  (item discrimination). 
Daya pembeda soal adalah selisih proporsi jawaban benar pada  kelompok  siswa  berkemampuan  tinggi  (kelompok atas)  dan  berkemampuan  rendah  (kelompok  bawah).
Daya  pembeda  soal  berkisar  antara  -1  sampai  dengan +1. Tanda negatif berarti kelompok siswa berkemampuan rendah yang menjawab benar soal  tertentu  lebih banyak dari kelompok siswa berkemampuan tinggi.
Untuk  menentukan daya pembeda soal tersebut dapat digunakan rumus:
                 Keterangan:
                 Ip         = Indeks pembeda soal
                 Mt          = Rata-rata skor dari kelompok tinggi
                 Mr        = Rata-rata skor dari kelompok rendah
                 ∑Xt2      = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
                 ∑Xr2      = Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
                 n          = 27% xN, N= Jumlah siswa
Soal akan mempunyai daya pembeda soal yang berarti (signifikan) jika
   pada df = (nt-1)+(nr-1) yang sesuai [18].

4.      Indeks Kesukaran
Setelah daya pembeda soal diperoleh, langkah selanjutnya yang  harus  dilakukan  adalah  menentukan  tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran adalah proporsi siswa yang menjawab benar. Tingkat kesukaran berkisar antara 0 sampai dengan 1. Makin besar tingkat kesukaran makin mudah  soal  tersebut  begitu  pula  sebaliknya makin  kecil tingkat kesukaran makin sukar soal tersebut.
Indeks kesukaran digunakan untuk melihat apakah soal tersebut tergolong soal yang mudah, sedang atau sukar. Untuk  menentukan indeks kesukaran digunakan rumus:
Keterangan:
Ik   = Indeks kesukaran soal
Dt = Jumlah skor dari kelompok tinggi
Dr = Jumlah skor dari kelompok rendah
m  = Skor setiap soal jika benar
n   = 27% xN, N= Jumlah siswa [19]
untuk menentukan soal tergolong mudah, sedang atau sukar ditetapkan kriteria seperti pada tabel berikut:
Tabel 3. Kriteria Indeks kesukaran Tes
Ik (Indeks Kesukaran)
Kualifikasi
Ik < 27 %
27 % ≤ Ik ≤ 73 %
Ik > 73 %
sukar
sedang
mudah

Kriteria Penerimaan Soal
Dari hasil tersebut, untuk menentukan soal yang akan dipakai maka ditetapkan bahwa:
a.    Soal yang baik atau tetap dipakai jika item terhadap Ip signifikan dan  
b.    Soal diperbaiki jika:
1)     Ip signifikan dan Ik = 100% atau Ik = 0%
2)      Ip tidak signifikan dan
c.    Soal diganti jika Ip tidak signifikan dan Ik = 100% atau Ik = 0% [20].
F.         Teknik Analisis Data
1.      Aktivitas Belajar Siswa
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa selama proses selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Lembar observasi ini dianalisis dengan cara menentukan persentasi aktivitas yang diamati dengan teknik persentasi yaitu :
 
Keterangan :
P%    =    Persentase Aktivitas
F       =    Frekuensi Aktivitas Yang Dilakukan
N      =    Jumlah Siswa
Sedangkan penilaian aktivitas siswa adalah :[21]
1%-25%      :       Sedikit Sekali
26%-50%    :       Sedikit
51%-75%    :       Banyak
76%-100%  :       Banyak Sekali
Kemudian persentase aktivitas yang diperoleh akan dibahas berdasarkan kriteria yang ada.

2.      Hasil Belajar Kelompok
Hasil belajar kelompok dianalisis dengan cara menghitung rata-rata nilai kelompok yaitu jumlah nilai siswa dalam kelompok dibagi dengan jumlah siswa.
3.      Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar diberikan kepada kedua kelas sampel. Sampel hasil belajar berguna untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan menggunakan uji-t. Seluruh proses analisis data dilakukan dengan bantuan “software MINITAB”. Sebelumnya data diuji dulu apakah berdistribusi normal dan homogen. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan adalah:
1)      Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok sample berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan software MINITAB. Untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak digunakan interprestasi P-Value yaitu data berdistribusi normal jika P-Value>α dan tidak normal jika sebaliknya.
2)      Uji Homogenitas Variansi
Untuk lebih mempermudah perhitungan maka dibantu dengan MINITAB. Dalam hal ini dilakukan uji Bartlet, untuk melihat apakah data homogen atau tidak digunakan cara interprestasi P-Value yaitu data homogen jika P-Value>α dan tidak homogen jika sebaliknya[22].
3)      Uji Hipotesis
Uji hipotesisi digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar matematika siswa kelas kontrol. Digunakan uji satu pihak dengan hipotesis statistiknya:
H0   :        μ1         =          μ2
H1   :        μ1           >          μ2
Dengan μ1 dan μ2 masing-masing adalah nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas pada kelas eksperimen dan nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas control. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan bantuan software MINITAB. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika P-Value<α, serta terima H0 untuk jika sebaliknya.

                                               








DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi: Konsep, Pemodelan, dan Perlatihan. Padang: UNP.
Narulita, Yusron. 2010. Colaborative Learning (David W. Johnson. Terjemahan). Bandung: Nusa Media.
Nur, Mohamad. 2004. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: UNS.
                         . 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.
Prawironegoro, Pratiknyo. 1985. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika. Jakarta: P2LPTK.
Prawoto, Sigit. 2012. The Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan). Yogyakarta: Familia.
Suherman, Erman. et. al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Syafriandi. 2001. Analisis Statistika Inferensial Dengan Menggunakan Minitab. Padang: FMIPA UNP
Wena, Made.2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: hal. 219)
[2] Erman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: UPI,2003) hal.8
[3] Lufri. Strategi Pembelajaran Biologi: Konsep, Pemodelan, dan Perlatihan. (Padang: UNP,2007).hal.50

[4] Lufri. Strategi Pembelajaran Biologi: Konsep, Pemodelan, dan Perlatihan.(Padang: UNP,2007).hal.51

[5] Narulita, Yusron. Colaborative Learning (David W. Johnson. Terjemahan). (Bandung: Nusa Media, 2010) hal.4

[6] Sigit Prawoto. The Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan).( Yogyakarta: Familia,2012) hal.561

[7] Erman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: UPI,2003) hal.260

[8] Mohamad nur. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.( Surabaya: UNS,2004)hal. 25
[9] Anita Lie. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.( Jakarta: PT. Grasindo,2002) hal.27
[10] Sigit Prawoto. The Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan). (Yogyakarta: Familia,2012) hal.411
[11] Narulita, Yusron. Colaborative Learning (David W. Johnson. Terjemahan). (Bandung: Nusa Media,2010)hal.7
[12] Sigit Prawoto, The Handbook of Cooperative Learning (Shlomo Sharan P.hD. Terjemahan).(Yogyakarta: Familia,2012)hal.39-40

[13] Made Wena.  Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. (Jakarta: Bumi Aksara,2011)hal.53

[14] Erman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: UPI, 2003)hal.99

[15] Syafriandi Analisis Statistika Inferensial Dengan Menggunakan Minitab. (Padang: FMIPA UNP,2001)hal.26

[16] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta,2002) Hal. 108-109

[17] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta,2002) hal.96

[18] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika.(Jakarta: P2LPTK, 1985) hal.11

[19] Pratiknyo Prawironegoro. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika. (Jakarta: P2LPTK , 1985)hal.14

[20] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika. (Jakarta: P2LPTK, 1985)hal.16

[21] Dimiyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta hal 125

[22] Syafriandi,  Analisis Statistika Inferensial Dengan Menggunakan Minitab.( Padang: FMIPA UNP,2001)hal. 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar